Bab 35 Aku akan menjadi sanderamu
“Biar aku saja yang menjadi sanderamu, apa untungnya menyiksa seorang anak perempuan.” Seru Linggar dengan entengnya kepada si gundul di hadapannya sambil bangkit berdiri.
Clarissa tidak percaya melihat laki-laki yang menekan dan mendorongnya barusan, tiba-tiba di saat seperti ini, dia menggantikan dirinya langsung bangkit berdiri? Apakah dia tidak takut mati?
Sesungguhnya, Clarissa mengerti, Linggar telah diupah oleh ayahnya, tapi, seberapa banyak pun uang juga tidak sebanding dengan nyawanya sendiri. Tidak ada orang yang tidak peduli dengan nyawanya sendiri, Clarissa juga tidak sebodoh itu menganggap Linggar bergegas bangkit berdiri, hanya untuk uang menggantikan orang mengantar maut.
Seketika, Clarissa menganggap Linggar tidak begitu menyebalkan lagi, setidaknya, dia adalah seorang pria sejati. Clarissa bertanya dalam hatinya sendiri, Alex di situasi seperti ini, pasti tidak akan mungkin bangkit berdiri, mungkin akan lebih merasa ketakutan dibanding dirinya, bisa jadi malah semakin menundukkan kepalanya ke bawah............
Hah? Kenapa dia membandingkan Linggar dengan Alex? Clarissa segera membuang pikiran yang tidak realistis itu, saat ini bukan waktunya untuk berpikir sembarangan.
“Kurang ajar!” Si gundul tidak menyangka tiba-tiba ada orang yang mencari masalah, jika tahu, sedang mencari orang untuk dijadikan sandera, orang lain ingin bersembunyi pun belum tentu bisa, tapi orang di hadapannya ini bisa-bisanya malah berani maju menantang? Apa dia ini bodoh?
“Siapa kamu? Apa aku memanggilmu?” Si gundul mengerutkan keningnya, dengan sengitnya melototi Linggar : “jika tidak ingin mencari mati, menyingkir dari hadapanku!”
“Bukannya kamu membutuhkan seorang sandera? Siapapun orangnya bukankah sama saja?” Linggar berkata sambil mengangkat bahunya : “tenang saja, aku akan kooperatif!”
“Kurang ajar!” Si gundul murka, dalam hati berpikir kenapa bocah ini merusak rencananya? Kemarahannya langsung memuncak sampai ke ubun-ubun, mengangkat pistolnya lalu mengarahkan ke arah Linggar.
Berdasarkan kemampuan Linggar saat ini, sedekat apapun jarak si gundul melepaskan tembakan, juga tidak akan sampai melukai dia, sejak dari dia selesai berlatih jurus telapak pembunuh naga, respon panca indera Linggar menjadi lebih tajam dari orang kebanyakan, dengan sedikit menyampingkan tubuhnya, dapat menghindari peluru yang ditembakkan oleh si gundul.
Tapi, di saat Linggar menyampingkan tubuhnya, dia langsung terkejut! Di belakangnya ada seorang perempuan, sedangkan arah peluru si gundul itu menukik miring, jika Linggar mengelak, maka peluru itu pasti akan mengenai perempuan tersebut, jika itu sampai terjadi, walaupun tidak mati tapi pempuan itu bisa terluka parah!
Linggar menggertakkan giginya, kembali berputar, menyambut peluru itu! Peluru langsung bersarang di pahanya, walaupun tingkat rasa sakit ini tidak dapat membuat Linggar kesakitan, namun Linggar masih tampak mengerutkan keningnya.
Untungnya, posisi bertahan Linggar cukup bagus, peluru mengenai bagian daging, bukan tulang paha.
“Arggghhh!” Seketika itu juga semua orang langsung menjerit, Clarissa dan Ana juga bersamaan menutup mulut mereka! Tanpa diduga Linggar terkena tembakan!
Namun, Clarissa dan Ana melihat dengan jelas, peluru tersebut sebenarnya dapat dihindari oleh Linggar, tapi karena takut melukai perempuan di belakangnya, sehingga berusaha menahan tembakan tersebut.
Memikirkan hal tersebut, Clarissa melihat sorot mata yang gusar dari perempuan di belakang Linggar.
“Brengsek, sudah bosan hidup!” Si gundul dibuat tercengang, dalam benaknya berpikir apakah bocah di hadapannya ini tidak waras!
“Bos, polisi di luar semakin banyak jumlahnya................” seru salah seorang dari kawanan perampok bergegas menghampiri si gundul.
“Bedebah!” maki si gundul, mengarahkan pistol ke kepala Linggar sambil berkata : “karena kamu bersedia menjadi sandera, ayo pergi! Agung, kamu awasi bocah ini!”
“Ok!” Agung mengeluarkan pistol mengarah ke kepala Linggar, lalu berkata : “bocah, siapa suruh kamu di saat seperti ini berlagak kuat, ingin menjadi pahlawan, bukan perkara yang mudah!”
Linggar diam tak bergeming, dalam hati sedang mempertimbangkan apakah bangkit melawan sekarang atau nanti menunggu waktu yang tepat. Hanya saja jika di sini, yang pertama adalah jika kawanan perampok sampai terpencar, juga tidak menguntungkan dirinya untuk beraksi, kedua terlalu banyak orang, sekali terjadi keributan, akan semakin sulit untuk bertindak.
“Nona, kamu segera bangkit berdiri!” Si gundul terus menatap Clarissa, kembali membidikkan moncong senapan ke arah Clarissa.
Entah kenapa, Clarissa tiba-tiba tidak merasa ketakutan seperti di awal tadi. Dengan sorot matanya menghentikan Ana yang ingin ikut bangkit berdiri bersamanya, kemudian bangkit berdiri tanpa ragu-ragu.
Ana sebenarnya ingin bangkit berdiri bersama Clarissa, tapi dari tatapan Clarissa mengisyaratkan padanya, untuk tidak beranjak, tapi kembali untuk mencari cara menyelamatkan mereka! Sehingga Ana tentu saja tidak ingin terbawa perasaan dan bertindak gegabah.
“Ayo jalan!” seru si gundul sambil mengarahkan moncong senapan ke atas kepala Clarissa.
Linggar merasa heran, kenapa si gundul terus menatap Clarissa, apa mungkin karena melihat paras Clarissa yang rupawan? Hanya itu alasan yang terlintas dalam benak Linggar, karena dia tidak mengerti bagian mana lagi dari diri Clarissa yang menarik bagi si gundul.
Sebenarnya, sudah cukup dirinya saja yang menjadi sandera. Untuk berunding dengan pihak polisi, bukan tergantung dari jumlah sandera yang kamu tawan, melainkan ada tidaknya sandera di tanganmu. Walaupun hanya ada seorang sandera di tanganmu, polisi juga tidak akan berani bertindak gegabah.
“Kalian semua para polisi di luar dengarkan aku baik-baik!” Salah seorang kawanan perampok yang tadi diperintah oleh si gundul untuk propaganda dengan polisi kembali ke pintu bank melanjutkan ancaman : “semuanya mundur sejauh 100 meter, selain itu, setelah kami menaiki mobil, jangan utus siapapun untuk membuntuti, jika tidak kami tidak akan segan-segan membunuh sandera!”
Sonia yang berada di luar bank, setelah mendengar perkataan para penjahat langsung mengerutkan keningnya, memerintah dia untuk mundur sejauh 100 meter, dia tentu tidak bersedia, tapi mengingat di dalam bank masih terdapat sandera, dia langsung menghela napas, lalu berkata pada bawahannya : “mundur ke belakang!”
Sebenarnya, Sonia juga tidak mengusulkan untuk mengerahkan pasukan mengepung bank, hal ini hanya membuat para perampok merasa tertekan, dan menyebabkan mereka melakukan hal yang di luar perkiraan, jika melakukan pengepungan dan pengejaran secara diam-diam, mungkin mereka tidak akan menyandera siapapun.
Tapi saran Sonia dianggap kepala polisi sebagai doktrin pribadinya seperti layaknya seorang pahlawan, hal itu membuat dia sangat tertekan.
Si gundul sangat puas dengan reaksi para polisi, lalu menodongkan pistol ke kepala Clarissa, di sisi lain Agung juga menodongkan pistol ke arah kepala Linggar, secara bersamaan mereka keluar dari bank.
“Clarissa!” Teriak Om Bram yang sedang berdiri di samping Sonia, karena terkejut melihat Clarissa yang telah disandera oleh penjahat.
“Pak Bram, anda mengenal sandera itu?” Seketika perasaan tidak enak menyergap hati Sonia.
“Itu adalah Clarissa putri pak Taufik.......” Om Bram sangat tegang, pak Taufik masih di luar kota, jika sekarang sampai terjadi sesuatu dengan nona, kesalahan yang dia perbuat ini terlalu besar!
“Apa...........” Sonia tercengang, semakin merasa cemas, kenapa begitu kebetulan kawanan perampok itu memilih putri pak Taufik sebagai sandera? Suatu hal yang ditakutkan akan terjadi malah semakin terwujud menjadi kenyataan!
Sonia menggunakan walkie talkie berkonsultasi dengan kepala polisi mengenai situasi yang terjadi saat ini : “lapor pak, salah satu dari sandera yang ditawan, adalah Clarissa putri pak Taufik.......”
Kepala polisi juga terkejut sampai berkeringat dingin, mendengar bahwa kawanan perampok itu menjadikan Clarissa sebagai sandera : “harus hati-hati, waspada, jangan sampai bertindak gegabah!”