Bab 4 - Dijodohkan dengan Dia?
Alden memandangi kakeknya yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Meskipun kakeknya ini sering bersikap otoriter padanya, tapi tetap saja ia sayang pada kakeknya ini. Ada rasa khawatir yang juga menyusup ke dalam hatinya saat mendapati kakeknya yang sudah tua terbujur dengan mata terpejam di sini. Alden tau kalau kakeknya punya penyakit jantung, tapi ia juga tak menyangka akibat penolakan dirinya ini kakeknya bisa sampai jatuh sakit begini.
“Kakek… pasrti gara-gara aku, sakit Kakek kumat, ya?” tanya Alden pelan yang duduk di samping ranjang. Ada penyesalan yang melingkupinya sekarang.
Perlahan, mata Kakek terbuka. Ditatapnya cucu laki-lakinya ini. “Arden…?”
“Iya, Kek?” jawab Alden cepat karena kakeknya akhirnya membuka mata juga. Karena sudah beberapa waktu ia di sini, tapi tak ada juga respon dari kakeknya. Mama dan papanya pun diam saja di ruangan ini.
“Tolong terima perjodohan ini.” Lambat-lambat, Kakek berujar dengan pelan. Alden tau kakeknya ini sangat jarang mengucapkan kata ‘tolong’. Namun kali ini, kakeknya tidak segan untuk berbicara pada cucu yang katanya sering membuat ia naik darah tersebut.
Ada jeda beberapa detik sebelum Alden menjawab. “Gak bisa nolak ya, Kek?” cowok jangkung ini masih terus berusaha untuk menolak.
Kakek tidak menjawab. Ia yang tadi menatap cucunya, kini kembali mengalihkan pandang dan memilih untuk memejamkan mata.
Buah jatuh pasti tidak jauh dari pohonnya. Perumpamaan itu tepat untuk Alden. Kakek yang memiliki sifat keras kepala, sukses menurunkannya pada Alden. Melihat Kakek yang bersikeras pada kemauannya, mau tak mau membuat Alden mengembuskan napas berat. Dengan berat hati ia pun bersuara. “Oke, aku mau dijodohin seperti kemauan Kakek.”
Kalimat tersebut diucapkan dengan sangat pelan, yang bahkan nyaris tak terdengar jika orang yang berada di ruangan ini tak memasang kuping rapat-rapat. Dengan cepat, Kakek kembali membuka mata. Ditatapnya kembali Alden. Tidak ada sorot lemah dari tatapan itu, melainkan sebaliknya.
Mama dan papa Alden yang sedari tadi memperhatikan pun menjadi ikut senang mendengarnya. Rencana mereka berhasil. Tidak sia-sia mereka harus menyewa kamar rumah sakit di sini. Acting kakek juga tidak buruk, buktinya dapat membuat Alden mengibarkan bendera putih. Anak lelaki mereka yang terkenal keras kepala itu akhirnya takluk juga. Diam-diam di belakang Alden, mama dan papanya tersenyum penuh kemenangan. Hal ini cukup mereka bertiga saja yang tau. Karena kalau sampai Alden tau, sudah dipastikan anak itu pasti akan mengamuk.
“Siapa orangnya?” tanya Alden tak bersemangat.
***
“Alisha mau… dijodohin, Kek?” tanya Alisha dengan suara rendah. Ia menunduk sambil meremas-remas ujung bajunya, kebiasaannya kalau sedang memikirkan masalah yang berat. Ada hening yang tercipta sebelum akhirnya Alisha membuka suara. Ia benar-benar tidak menyangka kepulangan tak terduga kakeknya ini akan membawa kabar yang begitu mengejutkan.
“Iya, perjodohan kalian bahkan sudah direncanakan sebelum kalian lahir. Perjodohan ini sudah lama sekali diatur. Kakek ingin sekali keluarga kita dan keluarga Pak Danubrata menjadi keluarga besar. Alisha mau kan menerima perjodohan ini?”
Alisha mengangkat kepala untuk menatap kakenya. Ada binar harap yang jelas terpancar dari wajah lelaki tua ini. Bagaimana ini? Alisha jelas tidak terima akan perjodohan ini. Ia sudah mempunyai seseorang yang disukai. Kalau ia menerima perjodohan ini, bagaimana perasaannya pada Yuda?
Tapi… melihat raut wajah kakeknya sekarang, benar-benar membuat Alisha kehilangan suara untuk menolak. Kalau ia menolak, Kakek pasti akan sangat kecewa. Ia tidak pernah mengecewakan kakeknya, dan sama sekali tidak punya niat untuk mengecewakan satu-satunya keluarga yang ia punya ini. Dia adalah cucu kesayangan kakeknya dan selalu menjadi prioritas kakeknya dalam segala hal. Meskipun kakeknya sangat sibuk dan jarang berada di rumah, tapi Alisha tau kalau itu semata-mata demi dirinya juga.
Begitupun sebaliknya. Kakek adalah kesayangannya, dan juga selalu menjadi prioritas Alisha. Ia belajaar mati-matian dan selalu berusaha mendapat nilai terbaik agar bisa membanggakan Kakek. Kebahagian Kakek juga berarti kebahagiannya. Tapi kalau sampai mengorbankan kebahagiannya sendiri… bagaimana?
Ada Yuda yang jelas-jelas menjadi dinding penghalang baginya untuk menolak perjodohan ini. Dia sudah terlanjur suka pada Yuda, pasti akan sulit untuk menerima orang lain. Apalagi ada kemungkinan orang itu sama sekali tidak Alisha kenal. Berkenalan dengan orang baru lagi? Ah, rasanya Alisha benar-benar malas. Dia sudah nyaman dengan keadaan sekarang, tidak perlu ada orang baru lagi yang masuk ke kehidupannya. Begini sudah cukup.
“Kakek sangat berharap kamu mau menerimanya. Sudah lama Kakek menginginkan ini. Kamu tenang saja, keluarga Pak Danubrata adalah keluarga baik-baik,” tambah Kakek meyakinkan cucunya.
Terang saja pasti keluarga Pak Danubrata adalah keluarga baik-baik. Kalau tidak, tidak mungkin Kakek menjodohkan cucunya pada cucu orang tersebut. Tapi ini adalah hal yang serius, menyangkut masa depannya. Alisha benar-benar ingin menolak, tapi ia tidak tega jika harus menolaknya langsung di hadapan Kakek.
“Alisha mau kan menerima perjodohan ini?” tanya Kakek kembali sembari mengelus kepala Alisha penuh sayang.
Mendengar nada penuh harapan itu, mau tak mau membuat Alisha akhirnya mengangguk juga. Sungguh, hatinya benar-benar memberontak untuk ini. Tapi kalau harus melihat wajah orang yang sudah memberikan segalanya pada dirinya ini menjadi kecewa, sungguh Alisha lebih tak sanggup lagi.
Kakek tersenyum senang. Ia tau kalau cucunya ini sebenarnya keberatan, tapi ini semua demi kebaikan cucunya sendiri. Ia tidak mungkin sembarangan menjodohkan kepada orang yang tidak tepat.
“Kamu gak mau tau siapa orang mau dijodohkan sama kamu?” tanya Kakek karena reaksi Alisha dari tadi hanya diam saja.
Seperti tersadar, Alisha kembali memusatkan perhatian pada kakek. “Siapa, Kek?”
“Dia teman satu sekolah kamu lho.”
Kening Alisha mengerut seketika. Teman satu sekolah? Berarti mereka selama ini cukup dekat. Kenapa Kakek tidak memberi tahu dari dulu? Ah tapi kalau dari dulu, bukannya terlalu cepat?
“Dia salah satu ketua ekskul di sekolah kamu.” Seperti teka-teki, Kakek memberikan sedikit demi sedikit petunjuk.
Kerutan di dahi Alisha semakin dalam. Ketua ekskul? Mungkin kah kalau ketua ekskul futsal? Yang berarti… Yuda? Ada sedikit harapan di hati Alisha. Perlahan raut muka Alisha mulai mencerah.
“Ekskul futsal, Kek?” tanya Alisha penuh harap. Kalau memang benar Yuda yang dijodohkan dengan dirinya, tentu Alisha akan menerima dengan senang hati, tanpa penolakan sedikit pun.
Terlihat Kakek berpikir sebentar, lalu menggeleng. “Bukan, tapi basket.”
Seketika bahu Alisha mencelos. Binar bahagia yang sempat tampak, memudar seketika. Wajanya memucat. Ketua ekskul basket? Itu berarti…. Astaga! Benarkah? Kenapa dari bermilyar-milyar orang di muka ini harus orang tersebut yang dijodohkan dengan dirinya?
Kakek mengeluarkan selembar foto yang berada di saku kemejanya. “Namanya Alden Pradipta,” ucap kakek seolah menegaskan bahwa benar orang tersebut yang dimaksud.
Bagai tersambar petir, kali ini bukan hanya memucat, tapi tubuh Alisha diam seketika. “Al-Alden, Kek?” Dengan gerakan kaku Alisha menerima juluran foto tersebut. Lembar foto itu menampilkan Alden yang tengah tersenyum.
“Iya. Kamu sudah kenal sama dia?” tanya Kakek.
Alisha mengangguk kaku.
“Baguslah kalau kamu sudah kenal. Kakek harap kalian berdua nanti bisa cocok. Besok malam kita akan ada pertemuan keluarga. Kita akan ke rumah mereka untuk makan malam.” Kakek berujar dengan enteng.
“Sudah jam tujuh malam,” lanjut Kakek. “Yuk kita makan,” ajak Kakek sembari berdiri.
Rasanya badan Alisha sepeti batu. Dengan berat ia mengikuti langkah kaki Kakek yang menuju ruang makan.
Alden Pradipta.
Alden Pradipta.
Alden Pradipta.
Nama itu terus tergiang seperti kaset rusak di kepala cewek itu. Dijodohkan dengan orang macam Alden? Bahkan di mimpi terliar pun Alisha tak punya pikiran seperti itu. Yang ia harapkan itu adalah lelaki yang baik-baik. Bukan cowok macam Alden yang suka berbuat sesukannya. Alisha tegaskan lagi, dia bukan benci sama cowok itu, hanya tidak suka. Tidak suka yang dalam artian malas berurusan dengan cowok itu.
Tapi sekarang, Kakek membawa berita ia akan dijodohkan dengan orang itu. Alisha merasa dunianya runtuh seketika. Apa Kakek tidak tau seperti apa Alden itu? Oke dalam segi tampang, Alden memang sangat tidak diragukan lagi. Mau tak mau Alisha pun mengakuinya. Tapi dijodohkan? Alisha tidak mau. Bagaimana pun juga ia harus menggagalkan perjodohan ini. Eh, tapi, pasti Alden juga menolak perjodohan ini kan? Orang macam Alden pasti tidak akan sudi dijodohkan. Alisha terus saja mensugesti dirinya sendiri. Ia dan Alden pasti sama-sama tidak mau perjodohan ini berlangsung, kan?
Kalau orang yang ingin dijodohkan saja sama-sama tidak mau, ada kemungkinan perjodohan akan dibatalkan, kan? Batin Alisha.
***
“Alisha Pratista?” gumam Alden pelan. Saat ini ia sudah duduk anteng di sofa dalam ruang rumah sakit. Di tangannya terdapat selembar foto yang menampilkan sosok Alisha.
Mama yang duduk di sebelah Alden mengangguk senang. “Iya, dia temen sekolah kamu kan? Kamu sudah kenal sama dia?” tanyanya.
Alden mengangguk. Jadi, cewek ini yang mau dijodohkan dengan dia? Cewek yang selalu memasang tampang tak minat saat berpapasan dengan dirinya? Ada sedikit kerutan di dahi Alden saat memikirkannya.
Kenapa dia? Itulah pertanyaan yang terlintas di benaknya. Dari sekian banyak cewek di muka bumi ini, kenapa harus cewek ini yang dijodohkan dengan dirinya?
“Alisha cantik ya?” ujar mamanya sambil melirik foto yang masih setia Alden pegang.
Alden mengikuti arah pandang mamanya. Ia yang sebelumnya hanya menatap lantai dengan tatapan gamang, kini memusatkan pandang pada foto tersebut. Dipandanginya foto Alisha yang sedang tersenyum manis tersebut. Tanpa sadar Alden mengangguk. Iya, Alisha jadi makin cantik saat sedang tersenyum. Entah dapat dari mana mamanya foto yang termasuk langka ini. Di dalam foto itu Alisha terlihat sangat manis dengan senyumannya, gak ada tampang jutek yang biasa ia pasang.
Setau Alden, cewek yang bernama Alisha itu terkenal jutek di sekolahnya, jarang berinteraksi dengan orang lain kecuali dengan dua temannya. Yang kalau Alden tidak salah ingat, kedua teman Alisha itu bernama Yuda dan Lani. Selain pada kedua orang itu, Alisha jarang sekali menampilkan senyumannya.
***
Bab Selanjutnya