Bab 46. Batal!
“Wow!” ucap Daniel takjup.
“Kau mengiyakan ucapanmu? Ah, seharusnya dari dulu kita melakukan ini. Kenapa tidak terfikirkan olehku!” Helen tersenyum meremehkan, ia kemudian menarik kepala Daniel menjadi lebih dekat kepadanya. Memiringkan kepalanya sedikit seolah- olah ia akan mencium Daniel namun nyatanya Helen sedang membisikkan sesuatu.
“Kau harus berfikir ulang, jika ‘punyamu’ itu bisa membuatku puas. Apa salahnya? Tapi, kau akan malu jika ‘punyamu’ itu tidak mampu bergerak bahkan tidak berdiri sama sekali. Jadi, pilih tetap melanjutkannya atau menundanya sampai malam pertama kita nanti?”
Sontak Daniel membulatkan matanya mendengar ucapan Helen. “Satu lagi, Atariz. Seharusnya kalau kau ingin menciumku, jangan disaat aku tidur. Saat aku terjaga seperti inilah kau harus menciumku. Aku tidak akan tau rasanya berciuman denganmu. Ah, kau tega sekali mencuri ciuman pertama seorang gadis. Ck!” goda Helen.
Ia berhasil! Daniel melepaskan tangan Helen kasar kemudian berjalan ke luar kamar mandi dengan wajah merah. Helen tertawa puas. Kali ini ia yang menang. Siapa suruh macam- macam dengannya.
Sebenarnya Helen sangat gugup sekali, bahkan sekarang wajahnya juga memerah karena menahan rasa malu. Astaga! Apa kalian tidak berfikir, bagaimana seorang perawan seperti Helen bisa mengatakan hal yang sefulgar itu. ia bahkan belum pernah berciuman atau lebih parahnya bersentuhan dengan laki- laki lain selain para lelaki di rumahnya dan si Atariz itu. dan sekarang ia mengatakan hal itu, seolah- olah ia profesional padahal jelas sekali Helen adalah amatiran. Hanya saja, Daniel tidak menyadarinya.
Bicara soal ciuman, Helen hanya sembarang menyebut. ia tidak tau sama sekali kalau Daniel pernah mencuri ciumannya seperti yang ia katakan. Helen tidak akan tau apa- apa jika ia sudah tidur.
Kata Bimo, Helen kalau udah tidur seperti orang mati hanya gempa bumi saja yang bisa membangunkannya. Parahkan!
Menghilangkan kegugupan, Helen mulai menyalakan shower. Setidaknya mendinginkan kepalanya dengan siraman air dingin lebih baik dari pada memikirkan aksi gilanya tadi. Helen memakai piyama tidurnya bewarna biru. Masih ada waktu delapan jam lagi sebelum konser idolanya dimulai. Seharusnya ia sudah mengantri untuk masuk ke dalam venue saat ini, tapi tau saja kebiasaan Helen.
Tidak Helen kalau bukan di saat kepepet nanti dia datang. Apa gunanya punya tiket VVIP kalau ujung- ujungnya ngantri lagi? Benarkan?
Helen sudah bersiap- siap merebahkan kepalanya di atas bantal teddy bearnya namun terkejut ketika pintunya terbuka dengan keras. Daniel di sana, tanpa basa basi menarik tangan Helen. Membuat gadis itu kebingungan setengah mati.
“Apa yang kau lakukan!” bentak Helen. Ia mencoba melepaskan tangan Daniel namun gagal. Mereka menuruni anak tangga dengan tergesa- gesa. Sebelum menarik Helen masuk ke dalam mobil.
“Jalan, Pak!”
“Hey! Mau kau bawa kemana aku!”
“Diam!” Helen terkejut. Daniel membentaknya. Sialan! Batin Helen. Ia tidak terima dibentak begitu saja tanpa ada penjelasan sebelumnya. Ia tidak melakukan kesalahan dan kenapa pria ini malah membentaknya.
“Apa yang kau lakukan, Atariz! Kenapa kau membawaku seperti ini?”
Daniel tetap diam. Pandangannya hanya terfokus pada table yang ia pegang. Kesal bercampur marah, Helen memejamkan matanya kemudian tanpa aba- aba ia menjambak rambut coklat tebal Daniel keras membuat Daniel berteriak kesakitan.
“Apa yang kau lakukan! Argh! Ini sakit bodoh!”
“Kau yang bodoh! Aku bertanya kepadamu! Kemana kau membawaku!”
“Lepaskan!”
“Tidak akan!” Helen semakin menarik rambut Daniel membuat Daniel tertunduk menahan sakit. Daniel mencoba melepaskan tangan Helen namun gagal. Entah kekuatan dari mana yang didapat Helen sehingga ia bisa sekuat ini.
“OK! Akan aku katakan! Tapi kau harus lepaskan tanganmu dari rambutku!” ucap Daniel putus asa. Ia sudah kesakitan saat rambutnya dijambak paksa oleh Helen. Ia kemudian menghela nafas, merapikan bajunya dan rambutnya kemudian menatap Helen yang tengah berjengit jijik. Ditangan helen ada beberapa helai rambut Daniel yang rontok.
“Sialan! Kau bisa membuatku kebotakan!”
Helen dengan cueknya membuang rambut Daniel ke arah Daniel kemudian membalas tatapan Daniel, “Bodo amat! Sekarang, jawab pertanyaan gue! Kemana loe bawa gue sekarang?” Helen sudah melupakan sopan santunnya kepada calon suaminya. Percuma sopan kepada orang gila di depannya, toh tidak ada bedanya sama sekali.
“Bendara.” Jawab pendek Daniel.
“Kenapa kita kebendara?” tanya Helen bingung. Setaunya, tidak ada keluarganya yang akan datang, lalu kenapa mereka kebendara?
“Tentu saja, berangkat ke Swiss!”
Helen ber-o ria sebelum akhirnya ia tersadar dengan ketololannya. “S...wis?” tanya Helen gagap.
“Kau mau membawaku ke Swiss?”
“Iya! Kenapa sih kau hobi sekali berteriak!” Daniel menutup sebelah kupingnya yang sakit karena mendengar suara cempreng Helen.
“Kau bercandakan?”
“Untuk apa aku bercanda! Sudahlah, lebih baik kau diam saja!”
Helen menatap Daniel tak percaya, ia akan ke Swiss. Itu artinya...
“Astaga! Kenapa kau membawaku ke Swiss? Seharusnya jadwal penerbangaku besok siang! Kenapa kau membawaku sekarang? Astaga! Konserku! Sial! Bagaimana ini!” rutuk Helen. Ia sudah menantikan sejak lama ingin datang ke konser idolanya namun karena Daniel semuanya berantakan.
“Kenapa kau melakukan ini, Atariz bodoh! Argh! Apa yang harus aku lakukan!” Helen mengacak rambutnya frustasi. Pandangannya tertuju pada pakaian yang ia pakai sekarang.
Astaga! Aku masih memakai piyama! Batin Helen.
Kesal, ia kembali memukul Daniel. “Atariz sialan, lihat akibat perbuatanmu. Aku harus kebandara dengan piyama tidur! Oh Tuhan! Kenapa nasib sial terus menimpaku? Setelah gagal nonton konser sekarang aku seperti orang gila ke bandara! Oh, sial!”
Helen terus melampiaskan kekesalannya pada Daniel yang tidak ditanggapi oleh Daniel. Pria itu hanya diam, menerima setiap pukulan Helen yang terbilang tidak seberapa. Ia bahkan tidak merasakan sakit sama sekali. Lama Daniel keheranan karena pukulan yang ia terima tidak terasa lagi. Ditolehkannya wajahnya menatap Helen.
Terkejut!
Itu yang Daniel rasakan. Ia terkejut menatap Helen yang tiba- tiba saja menangis. “Kenapa?” tanya Daniel.
“Kau masih bertanya kenapa? Dasar, Atariz bodoh! Bego! Sialan! Gila! Bajingan! Aku benci padamu! Ah, kenapa kau melakukan ini kepadaku hiks... seharusnya aku... aku masih tidur di kasur empukku dan berselancar di dalam mimpi kemudian bangun untuk menonton konser tapi nyata aku dibawa kebandara dengan piyama yang masih melekat di tubuhku!dan kau masih bertanya kenapa? Hiks...”
Helen menangisi nasibnya hari ini. Sementara Daniel menatapnya tak percaya. Ia fikir gadis di sebelahnya itu menangis karena ia mengacuhkannya namun nyatanya ia sangat dendam karena dibawa paksa olehnya. “Jadi kau membenciku? Baiklah, kita batalkan saja pernikahan kita!” jawab Daniel enteng. Sebenarnya ia hanya menggoda Helen namun nyatanya gadis itu malah semakin menangis.
“Jadi, sekarang kau juga ingin membatalkan pernikahan kita? Huaaa apa yang terjadi padaku? Bundaa, Ayahh kenapa Atariz begitu kejam kepadaku? Tiket konser dan sekarang pembatalan pernikahan! Aku tidak kuat lagi! Rasanya aku mau mati saja!”
Ucapan Helen membuat Daniel terkejut. Kenapa Helen bisa selabil ini hanya karena ia menganggu acara menonton konsernya? Ck, dasar! Keluh Daniel dalam hati.
“Sudahlah, kalau kau berfikiran untuk mati maka aku akan benar- benar akan membatalkan pernikahan kita!”
“Tapi ini semua salahmu.” Sungut Helen. Ia sudah berhenti menangis. “Jika kau tidak menarikku maka ini semua tidak akan terjadi!”
“Baik lah, aku yang salah!”
Helen menatap Daniel marah, “Kenapa tidak dari tadi! Cih! Tunggu aku menangis dulu baru mengaku salah! Dasar!” Daniel memutar matanya jengah.
“Sebagai permintaan maafmu, kau harus mengganti semua kerugianku! Gara- gara kau, aku tidak bisa datang ke konser Super Junior!”
“Baiklah aku ganti nanti, bila perlu kau akan menonton konser boyband itu di negara asalnya!” ucap Daniel jengah. Percuma jika ia menggoda Helen lagi, kepalanya akan pusing jika mendengar suara tangis gadis itu.
Helen benar- benar membawa pengaruh yang besar bahkan hanya suara tangis atau rengekannya membuat Daniel sudahh kelimpungan.
“Aku pegang janjimu!”