Bab 49 – Tidak Sendiri (End)
Alisha menatap cermin di depannya. Sengaja ia berdiam sebentar di sini, menunggu Neola yang masih berada di bilik toilet. Tadi saat ia baru saja keluar dari salah satu bilik toilet sekolah ini, ia berpapasan dengan Neola yang buru-buru masuk. Sebenarnya ia bisa saja langsung pergi, tapi ada sesuatu yang mesti ia tanyakan pada Neola, sesuatu yang harusnya ia tanyakan semenjak di bazar buku waktu itu.
“Ah, leganya,” Neola akhirnya keluar juga dari bilik toilet tersebut. “Eh, lo belum balik ke kelas, Sha?”
“Belum. Gue mau nanya sama lo, boleh kan?”
“Ya bolehlah. Tapi emang hal apaan Sha? Kayaknya genting banget sampe nanyainnya di toilet?” cengir Neola.
Iya juga sih. Tapi mumpung ini adalah waktu yang pas, jadi langsung saja Alisha ingin bertanya.
“Tentang Karla,” ucap Alisha pelan.
Neola langsung tertarik akan topik pembicaraan ini. Akhirnya… Alisha mau juga bertanya-tanya tentang Alden. Padahal ia sempat putus harapan kalau Alisha mau bertanya-tanya ingin tahu. Tapi akhirnya hari ini dapat juga ia lihat Alisha bersikap seperti ini.
“Tanya aja,” balas Neola ringan.
“Waktu itu lo pernah bilang Alden emang suka sama Karla, tapi dia kayaknya gak pernah nyampein dengan benar. Maksud dari gak pernah nyampein dengan benar itu apa?” tanya Alisha penasaran.
“Ya lo tau kan Sha gimana tengilnya Alden, suka bercanda gitu. Sampai-sampai bikin Karla nganggap perasaan Alden cuma candaan doang. Nganggep kalo Alden gak serius suka sama dia, yang berakhir mereka cuma sebatas teman aja. Alden emang orangnya suka bercanda, tapi perasaannya gak sebercanda itu. Dan yang bikin gue sebal sama Karla ini, dia nggak anggap Alden dengan serius,” jelas Neola dengan mengingat-ngingat kejadian dulu.
Kenyatan tersebut cukup membuat Alisha terhenyak.
“Oh ya, yang tentang Alden waktu itu nggak balik-balik buat nganter kita pulang, ternyata keadaanya emang lagi genting di sana. Kakaknya Karla ternyata terluka cukup parah, dan kehadiran Alden menag lagi dibutuhin di sana,” jelas Neola yang membuat Alisha mulai mengerti.
“Tapi lo tenang aja, Sha. Meskipun sempat patah hati waktu itu, Alden sekarang udah move on kok. Move on-nya kan ke elo, hehe…. Meskipun Karla datang lagi, gue yakin perasaan Alden ke dia udah hilang. Ya anggap aja dulu Alden terlalu kagum sama Karla sampai-sampai menganggapnya sebagai rasa suka. Tapi kalo sama lo, gue yakin apa yang dirasain Alden sama Karla dan lo itu beda. Gue ngedukung kalian kok,” ucap Neola panjang lebar disertai kedipan mata.
Penjelasan Neola membuat Alisha merasakan banyak hal. Ada rasa senang, terkejut, juga… ragu.
***
Alisha berjalan menuju toilet di restoran ini. Pulang sekolah tadi, Alden benar-benar mengajak Alisha untuk jalan-jalan. Mereka berdua kini sudah berada di Mall. Setelah tadi asyik bermain di Timezone, mereka ke restoran ini untuk makan. Dan tak berapa lama setelah Alisha menghabiskan makanannya, ia izin sebentar untuk ke toilet.
Untuk beberapa waktu tadi, Alisha lupakan sejenak tentang keraguannya. Meskipun tadi sempat canggung dan juga ada debar aneh saat mereka bersama, Alisha berushaa senormal mungkin bersikap biasa saja.
Setelah selesai dengan urusannya, Alisha hendak kembali ke meja tempat mereka makan tadi. Tetapi, langkahnya tiba-tiba terhenti saat melihat orang tersebut ikut menyeruak di antara mereka.
Alisha tertegun di tempatnya. Ia berdiri selang beberapa meter dari meja tersebut. Posisi Alden membelakanginya, membuat ia bisa dengan jelas bisa melihat siapa sosok itu. Tapi orang tersebut terlalu asik mengajak Alden mengobrol, sampai-samapai tak menyadari ada Alisha yang memperhatian.
Di sana, ada Karla yang entah kapan datangnya, duduk manis di hadapan Alden. Menduduki tempat yang semula Alisha tempati. Alisha tidak bisa melihat apa reaksi Alden saat ini, tapi yang jelas ia tau, Karla terlihat girang sekali bisa bertemu dengan Alden.
Alisha lalu mengalihkan pandang menatap punggung Alden, tidak bisa menebak apa yang dilakukan cowok itu. Tapi dilihat dari Karla yang masih betah duduk di sana, sepertinya Alden mau meladeni Karla berbicara dengan welcome.
Tanpa Alisha tahan, ada rasa tak suka yang menyusup ke hatinya. Rasa asing yang tiba-tiba menyeruak masuk ke dalam dan dengan segera melingkupi suasana hatinya. Perasaanya yang semula sudah stabil seperti biasa, kini kembali risau dengan pandangan yang dilihatnya sekarang. Lalu tanpa pikir panjang lagi, Alisha berbelok dan berjalan menuju pintu restoran. Tanpa memedulikan lagi tasnya yang masih ada di sana, Alisha berjalan meninggalkan restoran, meninggalkan dua makhluk itu untuk terus mengobrol tanpa kehadirannya.
Neola bohong. Alisha berasumsi dalam hati. Dari yang Alisha lihat, Alden sepertinya masih menyukai Karla. Lagipula, memangnya apa yang ia harapkan? Alden menyukainya, begitu? Alisha segera menertawai pemikirannya. Memangnya dia siapa jika dibandingkan dengan Karla? Dan juga, bukankah selama ini yang sering meminta Alden untuk menjauh saja dan jangan mengurusi kehidupannya? Tapi kenapa sekarang menjadi sangat berbeda. Rasa ini sulit ia kendalikan.
***
Yuda menatap langit-langit kamarnya dengan pikiran yang berkecamuk. Perkataan Alden terus ternging-ngiang di kepalanya sampai saat ini. Mau tak mau, Yuda harus mengakui kalau apa yang diucapkan Alden itu benar.
Dirinya jangan plin plan. Dan juga dia harus belajar membedakan rasa sayang sebagai sahabat, dengan rasa sayang ke orang yang disuka. Ya, setelah menekan gengsinya kuat-kuat, Yuda akhirnya mau memahani. Beberapa waktu belakang ini, dirinya memang terlihat begitu. Di satu sisi ia masih tetap menyukai Lani lebih dari sekedar sahabat, tapi di sisi lain ada rasa tidak suka di hatinya saat Alisha dekat dengan Alden.
Seharusnya Yuda bisa membuat perbedaan yang jelas antara rasa sayang terhadap sahabat, dan rasa sayang terhadap orang yang disuka. Tapi sepertinya belakangan ini ia begitu egois. Ingin menahan kedua orang tersebut tetap di sampingnya. Dan juga terlalu egois, karena tidak membiarkan Alisha punya tempat lain, ehm atau cowok lain, untuk berbagi selain padanya.
Perkataan Alden menyadarkannya. Ya Alden benar. Ia masih perlu belajar banyak untuk membedakan kedua hal tersebut. Dan dapat ia pastikan, Alisha tetap berada di posisi nyaman dan amannya, yaitu sebagai sahabatnya. Sementara Lani, ia akan berusaha untuk menjaga persahabatan mereka tetap berjalan normal seperti biasa. Tidak akan dicampuri dengan urusan suka-menyukai yang memusingkan kepala. Untuk sekarang, begini saja sudah cukup. Ia bisa tetap bersama Lani dalam zona aman, dan juga suatu saat nanti tetap bisa membuka kemungkinan untuk melangkah lebih jauh.
Dan tentang Alisha, ia akan berusaha turut senang jika sahabatnya itu memang bahagia dengan perjodohan dini mereka. Dan akan tetap mendukung ia dan Alden jika memang Alisha menginginkannya. Dan lagi yang mau tak mau Yuda akui, Alden terlihat cocok dengan Alisha.
***
Alisha terus melangkah cepat untuk keluar dari gedung mall ini. Ia terlalu larut dalam pikirannya, sampai-sampai tak menyadari ada langkah kaki yang mengejarnya.
“Sha, kok gue ditinggal sih?” ucap Alden langsung setelah sampai tepat di depan Alisha. Terlihat Alden yang mengatur napas agar kembali normal. Karena sedari tadi, ia berlari-larian di sini untuk mengejar Alisha.
Alisha terkejut, tak menyangka Alden akan mengejarnya samapai kemari. Lalu untuk menutupi keterkejutannya, ia berucap, “Kan udah ada Karla di sana.” Yang sayangnya, ucapan tersebut terlalu jujur.
Alden mengangkat alisnya. “Cemburu, heh?”
Alisha kicep. Gak tau mesti jawab apa. Tapi setelah beberapa saat berperang dengan hatinya, ia kembali berucap disertai dengusan, “Enggaklah.”
Alden tersenyum lebar. “Lo lucu juga ya kalo kayak gini,” komentarnya.
Alisha tak tahu mesti merespon apa. Seperti biasa, kali ini kembali ia berusaha memasang ekspresi tak terbaca.
“Tapi kan gue maunya sama lo, bukan dia. Lagian dia tadi nggak ngapa-ngapin kok, kita cuma ngobrol ringan aja. Eh terus gue tinggal pas liat lo tiba-tiba keluar,” lanjut Alden. “Nih tas lo. Lain kali jangan ditinggal begitu aja. Rasanya ditinggal itu gak enak, Sha, beneran deh,” sambung Alden kalem yang penuh maksud.
Alisha menerimanya tasnya. Ada rasa malu yang hadir. Duh, dia tadi kok pakai acara kabur-kabur segala sih? Seharusnya ia tadi bisa bersikap tenang dan mengahampiri mereka, bukannya malah pergi begitu saja.
“Gue rasa perlu memperjelas ini ke lo, Sha,” mulai Alden saat mereka kembali berjalan. “Gue sama Karla gak ada apa-apa, cuma sebatas teman biasa,” ucap Alden yakin.
“Hem.”
Mendapati respon Alisha yang lagi-lagi begitu, kembali membuatnya tersenyum maklum. Ya, Alisha memang selalu seperti ini. Tapi meskipun Alisha tidak suka banyak bicara, ia tetap suka. Ya walaupun awalnya sempat getar-getir juga menerima perlakukan jutek Alisha, namum perlahan-lahan Alden mulai terbiasa. Dan terbiasa itu menciptakan rasa nyaman di keduanya.
“Sha, kalo gue suka sama lo, lo pasti mau balik suka ke gue juga kan?”
Alisha sontak menghentikan langkahnya saat mendengar penuturan yang tingkat kepercayaan dirinya super duper tinggi itu. Ia melotot gemas menatap Alden. Bisa-bisanya melontarkan sebuah pertanyaan yang lebih menyerupai pemaksaan itu.
“Pokoknya harus mau ya, Sha. Karena gue udah suka sama lo, lo juga mesti balik suka ke gue. Gimana, deal kan?” tanya Alden santai, seolah kalimatnya itu seperti sebuah permintaan untuk dibelikan permen saja.
Alisha menggeram gemas. Alisha sering membaca cerita-cerita fiksi di mana adegan si cowok ‘menembak’ cewek. Tapi dari semua khayalannya, tidak pernah terlintas akan diberikan ucapan seperti itu. Alden ini benar-benar….
Dengan sebal disertai gemas, Alisha menginjak kaki Alden sepenuh hati, berusaha melampiaskan kesalnya.
“Sha, kok kaki gue diinjak sih?!” seru Alden cepat sembari menarik kakinya yang terasa sakit.
“Lo paham gak sih Al lo itu barusan ngomongin apa? Astaga, kok ada sih orang kayak lo di muka bumi ini,” dumel Alisha sambil menggeleng-geleng pelan.
“Keberadaan gue kan buat ngimbangin lo, Sha,” jawab Alden asal. “Gue paham kok sama apa yang gue omongin. Paham banget malah. Gue suka sama lo. Dan gue rasa lo paham juga kan maksud ucapan itu?”
Ini Alden lagi nembak atau apa sih? Kok kesannya malah kayak ngajak ribut gitu.
Sadar kalau tingkahnya membuat Alisha pusing, Alden berusaha bersikap normal. “Gue ulangi pertanyaan gue ya. Alisha, kalo gue suka sama lo, lo pasti mau balik suka ke gue juga kan?”
Alisha tetap diam, belum memberikan reaksi apa pun. Ia berusaha menormalkan debaran yang tiba-tiba hadir.
“Lo cukup jawab iya atau enggak aja. Selebihnya, gak bakal ada yang berubah di anatra kita. Kita berdua tetap dua manusia yang dijodohin, yang syukur-syukur ke depannya bisa langgeng untuk hal yang lebih serius. Udah itu aja. Gue cuma nyampein apa yang gue rasain, dan gue juga perlu tau apa yang lo rasain,” jelas Alden dengan nada yang serius. “Jadi gimana, Sha?”
Alisha melirik Alden sekilas. Lalu sebelum otaknya berpikir untuk melakukan apa, mulutnya sudah dengan lancangnya menjawab, “Iya.”
Sontak Alden langsung tersenyum girang. “Sip, gue seneng dengarnya. Dan semoga ke depannya tetap kayak gitu,” ucap Alden santai yang kembali memilih untuk melanjutkan melangkah, membuat Alisha juga ikut berjalan.
Udah, gitu aja? Alden gak ada mau ngomong apa-apa lagi? Alisha bertanya-taya sendiri dalam hati. Se-simple ini?
“Karena gue suka sama lo, dan lo juga setuju untuk balik suka ke gue, gue harap gak ada pemeran lain yang menyusup di antaranya,” lanjut Alden enteng tapi penuh akan keseriusan.
Mau tak mau, Alisha tersenyum kecil. Cara Alden yang begini, yang meskipun cukup aneh untuk diterimanya, tetap saja mampu mmebuat debaran itu semakin kencang. Dan tanpa berpikir lebih lanjut lagi, Alisha segera mengangguk mengiyakan.
Dan untuk Yuda, selamanya ia tetap akan menjadi sahabatnya. Tidak lebih. Ia sudah terlanjur nyaman dengan cowok yang berjalan di sampingnya ini. Dan rasa nyaman, mampu mengalahkan segalanya, bahkan menepis rasa suka terhadap sahabat sendiri. Dan ia kini mampu membuktikannya.
Awalnya mungkin ia berpikir cerita cintanya akan seperti cerita cinta segitiga pada umumnya. Di mana ia dan Lani akan sama-sama menyukai Yuda. Lalu Yuda pun bingung untuk menentukan pilihannya. Tapi nyatanya tidak begitu. Awalnya memang hanya ia yang mencinta di sini, tapi dengan kehadiran Alden, ia tahu ia tidak mengalaminya sendiri.
-Selesai-
AN: Akhirnya cerita ini selesai juga >_< Terima kasih banyak telah mengikuti cerita ini sampai akhir. Selain cerita ini, ada karya saya yang lain juga di sini. Judulnya 'Crush On You', masih berada di genre yang sama, yaitu teenlit hehe. Mampir-mampir ke cerita itu juga ya untuk say hi ke Rivay, Fayra, dan Regan 
Daftar isi 'Crush on You'
Selain itu, juga ada karya terbaru saya dengan judul 'From Baby With Love'. Lagi, cerita ini juga ada di genre teenlit hehe. Bisa mampir-mapir ke cerita itu juga untuk say hi ke Kila, Ava, Beril, dan Arga. 
Daftar isi 'From Baby With Love'